Pages

Adat Aceh Dalam Sebuah Pernikahan


1. Jak Keumalen/ cah Roet

Jak Keumalen/ Cah Roet ini ada dua cara, yaitu:
A. Langsung dilakukan oleh orang tua atau keluarga
B. Theulangke dilakukan dengan menggunakan utusan khusus.

 Maksud Jak Cah Roet adalah sebagai tahapan pertama dalam menjajaki atau merintis
jalan. Biasanya beberapa orang dari pihak keluarga calan me mpelai putri, datang ber
silaturrahmi sambil memperhatikan calon mempelai putri, suasana rumah dan tingkah
laku keluarga tersebut. Pada kesempatan ini, calon pihak mempelai pria juga tidak lupa
membawakan bungong jaroe atau bingkisan yang berupa makanan. Setelah adanya pen
dekatan, keluarga calon mempelai pria/ linto baro akan menanyakan apakah putrinya
sudah ada yang punya atau belum. Apabila mendapat jawaban dan sambutan baik dari
pihak dara baro, maka dilanjutkan dengan jak lake (jak ba ranub).

Upacara itu terjadi disebabkan pada masa lampau hubungan atau komunikasi
antara wanita dan pria khususnya antara remaja berlainan jenis kelamin dianggap
 tabu, hubungan mereka sangat terbatas (tidak sebebas hubungan remaja masa kini,
sejak pertengahan abad 19). Selain itu peranan orang tua terhadap anaknya sangat
dominan (over protektif) sehingga dalam memilih jodoh pun menjadi tanggung jawab
orang tua masing-masing remaja, baik pria maupun wanita.

1.Jak Lake Jok Theulangke/ Jak Ba Ranub (Meminang)

           Dalam acara ini orang tua pihak Linto (Mempelai Pria) member theulangke (utusan)
dengan membawa sirih, kue-kue dan lain-lain. Pada theulangke, pihak linto sudah mulai mengemukakan hasratnya kepada putrid yang dimaksud. Apakah pihak putrid menerima,
akan dijawab “insya Allah” dan pihak keluarga serta puteri yang bersangkutan akan mela
kukan musyawarah. Jika hasil musyawarah tersebut “tidak diterima” oleh pihak keluarga
atau pihak puteri, maka mereka akan menjawab, dengan alas an-alasan yang baik atau
dengan bahasa isyarat “hana get lumpo/ mimpi yang kurang baik”. Sebaliknya jika
“diterima” oleh pihak keluarga puteri, akan dilanjutkan dengan “Jak ba tanda”

 Di kalangan orang tua masa lampau masih banyak yang percaya pada hal-hal yang
berbau mistik, seperti adanya makna dari mimpi dan percaya pada kekuatan-kekuatan
alam. Kepercayaan itu dipengaruhi oleh ajaran agama islam yang kadang kala masih
 membaur dengan ajaran animism atau kepercayaan yang di anut oleh nenek moyang
kita zaman prasejarah, sehingga dalam menentukan pinangan diterima atau tidak, juga
masih dipengaruhi oleh kepercayaan tersebut.

1. Jak Ba tanda/ Bawa Tanda

Maksud dari “jak ba tanda” adalah memperkuat (tanda jadi). Biasanya pada upacara
ini pihak calon linto membawa sirih lengkap dengan maca-macam bahan makanan
kaleng, seperangkat pakaian yang dinamakan “lapek tanda” dan perhiasan dari emas
sesuai dengan kemapuan calon linto baro. Ba tanda” ini di tempatkan didalam “talam/
dalong” yang dihias dengan bunga kertas, kemudian tempat-tempat itu di kosongkan
dan di isi dengan kue-kue sebagai “balah hidang” oleh keluarga mempelai putri. Acara
 balah hiding ini biasanya dilaksanakannya bias langsung atau setelah beberapa hari
kemudian.

Dalam upacara ini sekaligus dibicarakan hari, tanggal pernikahan, jeulame (mas kawin),
peng angoh (uang hangus), jumlah rombongan pihak linto serta jumlah undangan.


Pernikahan ada 2 Macam


1.  Nikah Gantung, yaitu pernikahan gadis yang masih kecil belum cukup umur 
     atau masih dalam pendidikan, mereka dinikahkan terlebih dahulu
     dan akan  diresmikan beberapa tahun kemudian, Biasanya, hal ini 
     terjadi pada  gadis yang dijodohkan, sebab pada zaman  dahulu, 
     agam ngon dara (bujang dan gadis) tabu mencari jodoh sendiri.   Penentuan 
     tema  hidup menjadi wewenang orang tua; terutama bagi seorang gadis.

2.  Nikah Langsung, yaitu pernikahan yang dilakukan langsung seperti biasa, 
     langsung  diresmikan dan (wo linto) mempelai pria langsung pulang 
     kerumah dara baro. Pada gadis dewasa yang tidak ada halangan, 
     nikah langsung dilaksanakan di kantor KUA atau rumah  mempelai 
     wanita.

Pada masa lampau kaum bangsawan selalu membuat upacara pernikahan di rumah 
calon mempelai wanita (dara baro).Pernikahan (peugatib) dilakukan beberapa hari 
sebelum upacara wo linto/meukeurija (pesta). Sebelum upaca meukeurija diadakan 
meuduek pakat (bermufakat) dengan para orang tua adat, dan anggota keluarga 
serta pemuka masyarakat yang terdiri dari tuha peut (penasehat), keuchik gampong 
(kepala desa), imum meunasah (imam langgar). Biasanya musyawarah dipimpin oleh
 orang tua calon mempelai wanita (dara baro) atau yang mewakilinya untuk membica
rakan pesta yang akan diselenggarakan (persoalan teknis). Dalam kesempatan ini, 
keluarga atau saudara dari orang tua calon mempelai kedua belah pihak, menyampa
ikan niatnya untuk memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuannya masing-
masing.
Dalam upacara perkawinan adat Aceh, makanan kecil atau kue-kue yang tidak boleh 
di tinggalkan adalah buluekat dengan tumpo (ketan), manok panggang
 (ayam panggang), buleukat dengon (dodol), wajek, halua, meuseukat, thimpan serta 
kue-kue kering yang disebut dengan reumok tho, kuekarah, kembang goyang (kemb
ang Loyang bhoi/ bolu), bungong kaye (bunga kayu). Sedangkan lauk-pauknya yang
 biasa di hiding pada pesta perkawinan adat aceh antara lain

Ä  Gule boh panah (gulee nangka khas Aceh)
Ä  Masak keuruema/ masak puteh (masak semacam opor)
Ä  Shie masak mirah (daging masak merah)
Ä  Seumur Aceh
Ä  Engkot Tumeh (Ikan Tumis Khas Aceh)
Ä  Engkot Masam Keueng (Ikan Asam Pedas)
Ä  Udeung tumeh (Tumis udang khas Aceh)
Ä  Shie Cuka (daging masak cuka)
Ä  Sambai Gureng Ate (sambal goring hati)
Ä  Boh itek jruek (telor bebek asin)
Ä  Boh reuteuk crah (tumis kacang panjang)
Ä  Dan lain-ain

Mekeurija (pesta menyambut linto ke tempat dara baro) disertai dengan 
pembuatan tenda (jambo/seung) dengan system bergotong royong.

Peudap jambo, atau pasang tarun pada adat perkawinan di jawa, dibuat kurang 
dari tujuh hari sebelum pesta diadakan. Dikerjakan oleh pemuda kampong (kaum 
pria). Bila sudah selesai dipeusijuk (di tepung tawar) bersama cawan pingan 
(peralatan makan). Jambo ini didirikan dihalaman rumah sebagai tempat mene
rima tamu, biasanya untuk tamu pria, sedangkan untuk tamu wanita biasanya 
di terima di rumah. Untuk besanterdekat disediakan tempat khusus dan hidangan
nya telah tersedia di tikar atau permandani.

Peulaminan (Pelaminan)
Saat itu di dalam rumah juga dihias dengan tabing atau tabir pada dinding 
tempat menerima tamu. Untuk tempat duduk pengantin dibuat pelaminan 
yang terdiridari:

Ä  Tabeng (Tirai)
Ä  Ayue-ayue di tempatkan diatas/ depan pelaminan
Ä  Boh keulembu, hiasan ini berupa binatang-binatang.
Ä  Kasho Duk, tilam persegi emapat untuk duduk yang di lapisi dengan tika 
      meusujoe (tikar bersulam benang emas/ kasab).
Ä  Dan lain-alian sulaman khas aceh untuk keindahan yang tidak terikat

Pada zaman dahulu, pelaminan dibuat dari kayu berbentuk tempat tidur 
dan berukuran single bad, serta dihias dengan kain tile (seperti kelambu)
 atau kain yang diberi hiasan, boleh juga kain brukat. Warna dasarnya kuning, 
merah dan hijau atau violet.

Kain hiasan berkasap dibuat secara tradisional daerah Aceh. Masing-masing 
kain yang terdiri dari berbagai warna yang berukuran 2,25 m yang terdiri dari 
7 (tujuh) macam warna. Pada bagian kiri dan kanan pelaminan memiliki warna
 yang sama simetris. Kain-kain tersebut, bagian depannya ditarik kesamping 
kiri dan kanan dengan menggunakan kait kelambu yang terbuat dari emas
 atau perak. Sehingga terlihat seperti pintu berlapis 7 (tujuh) Pinto Tujoh.

Pada bagian atas pelaminan (kiri, kanan dan depan) dilapisi dengan ayu-ayu 
9kain berbentuk riak-riak yang bersulam emas).

Kain-kain yang ada disamping kiri-kanan juga dibentuk seperti bagian depan 
(berbentuk fitrasye jendela). Setelah itu, di seluruh pelaminan disematkan 
hiasan-biasan berupa kipas, ayam, kepiting, atau hiasan lainnya sesuai dengan 
seni masing-masing perias.

Alas tempat duduk diberi tilam dan dilapisi dengan sarung tilam berkasab (tika 
meusujoe) dan dilengkapi dengan sepasang bantai 9bantal) sadeu (banta
 sandaran), kaso duek (tilam duduk); sedangkan di samping kiri dan kanannya 
dihiasi dengan bantai meutampok (bantal bertampuk emas/perak) dan masing-
masing berjumlah ganjil.

Pada dinding-dinding sekitar pelaminan diberi “tabing” (tabir/ tirai) dan dibagi
an atasnya diberi kain langit-langit. Pada lantai di sekitar pelaminan dibentang
kan permandani. Dari mulai pintu masuk sampai ke pelaminan di bentangkan
 kain titi. Pada zaman dahulu, kain titi berwarna kuning hanya digunakan oleh 
kaum bangsawan saja, tetapi zaman sekarang dapat dipat oleh semua orang 
yang menghendakinya. Setelah itu, di bagian depan pelaminan diberi sepasang 
dialong kiri dan kanan berisi seunijuek, yang terdiri dari:

Ä  Beulukat dengan tumpo (ketan kuning dan tumpo/inti sari)
Ä  On seunijuek (Daun cocor bebek)
Ä  On Gaca (Daun Pacar/ Inai)
Ä  Naleung Sitambo (Rumput/ Gulma/ berakar kokoh)
Ä  On Seuke Pulot (Daun Pandan)
Ä  Manek Mano dan lain-lain dengan jumlah ganjil.
Ä  Breuh Padee/ Kunyet (beras Padi Kunyit)
Ä  Bungong Rampou (bunga rampai)
Ä  Ie Lammangkong (Air dalam mangkok)
Ä  Barang Meuh (Barang Emas)

 Pada sisi kana nada dalam piring besar, di tempatkan dalam dalong yang telah dialasi 
ceradi 9alas dalong berumbai). Kemudia ketan itu dihias atasnya dengan 
U mirah (Kelapa gongseng Merah). U mirah yang menjadi hiasan tersebut dapat berupa 
bunga atau gambar apa saja yang disukai. Kemudian dalong tersebut di
tutup dengan sangee (tudung saji) dan diatasnya di tutup lagi dengan seuhap 
(kain penutup dengan sulaman kasab).
Dalam kebudayaan Aceh, cara menghias pelaminan tidak terlalu terikat, karena terus berkembang dan kreasinya sesuai seni masing-masing perias asalkan tidak meninggal
kan ciri-ciri khasnya. Pada pintu masuk sudah disiapkan alat-alat perlengkapan cuci 
kaki pengantin pria yang terdiri dari :

Ä  Mundam (Tempat Air)
Ä  Bate ie (Gayung Air)

Malam Peugaca (Malam Berinai)

Arti dari malam peugaca adalah malam berinai menjelang Wolinto. Dalam 
upacara ini juga diadakan peusijuek calon dara baro (mempelai wanita), dan peusijuek 
gaca, bate mupeh (batu giling).Maksud dari peusijuek adalah member dan menerima 
restu, serta mengharapkan keselamatan atas segala peristiwa yang telah dan akan
terjadi. Persediaan dan Makna:
Ä  Breuh Pade (Beras Padi) Melambangkan Kemakmuran
Ä  Naleung Sitambo (Rumput/ Gulma berakar kokoh) melambangkan 
      kehidupan yang mendapat kemudahan dan kokoh dalam meperta
      hankan hidupnya.
Ä  On Gaca (daun pacar/ inai) melambangkan isteri sebagai obat pelipur 
      lara sekaligus sebagai perhiasan rumah tangga.
Ä  On Seunijuek (daun cocor bebek) melambangkan kesejukan.
Ä  Buluekat kuneng (Ketan Kuning) Melambangkan kesuburan, kedamaian 
      dan menonjol dalam kehidupan.
Ä  On Murong (daun kelor) lambing penangkal ilmu hitam.
Ä  On Manek Mano sebagai pelengkap dan memeriahkan suasana.


Seluruh daun-daun diikat menjadi satu atau dua ikat dan ditempatk
dalam mangkok besar yang berisi air. Bunga rampai, beras, padi
ditempatkan dalam piring kecil. Kemudian mangkok dan piring di letak
kan didalam dalong dan ditutup dengan tudung saji, lalu ditutup dengan 
seuhap (kain segi empat bersulam emas atau perak dipakai untuk 
menutupi tudung saji).
Daun pacar yang sudah di lepas dari tangkainya, ditempatkan dalam piring besar didalam dalong lain. Batu giling diletakkan pada “tika meusujo”dan dialas kain.
Upacara peugaca ini biasanya dilaksankan pada malam hari selama 3-7 malam, semua perlengkapan ditempatkan dipiring yang telah dihias didalam dalong pada 
tika meusujo (tikar kerawang khas Aceh). Busana yang dikenakan oleh dara baro 
pada upacara malam peugaca tidak terikat dan terus berganti-ganti dari malam 
pertama hingga malam ketujuh.
Pelaksanaan Peusijuk Gaca
Upacara Peusijuk dipimpin oleh “Nek Maja” (sesepuh adat), dan dimulai oleh 
orang tua/ibu calon “dara baro”, kemudian diikuti oleh keluarga terdekat, 
pada saat peusijuk dimulai, dalam tempat yang berisi air seunijuk dimasukkan 
emas sebagai lambing kemuliaan yang tidak pernah luntur. Peusijuek ini 
ditujukan kepada calon dara baro, batu giling, daun pacar dan hadirin yang 
ada di sekitarnya juga diberikan percikan air seunijuk (tempung tawar).
Calon dara baro, didudukkan di tilam bersulam kasap, di sebelah kiri dan 
kanannya diletakkan dalong berisi seunijuk dan bu leukat (tepung tawar dan 
ketan), dibagian depannya diletakkan dalong berisi daun pacar dan bate 
seumeupeh (batu giling). Kaki dara baro dialasi dengan daun pisang muda.
Beras padi ditaburkan/ disebarkan ke samping dara baro, demikian pula hal
nya dengan bunga rampai dan air seunijuek. Seumunya ini dimulai dari tela
pak tangan mengintari badan menuju keatas kepala. Setelah itu calon dara 
baro diberi uang sebagai hadiah, kemudian bersujud mencium tangan yang 
melakukan peusijuek dan dibalas dengan ciuman kasih saying pada dahi lalu peusijuek bate dan gaca.
Selesai peusijuk, barulah daun pacar digiling oleh ibu calon dara baro dan 
keluarga terdekat secara bergantian. Demikian pula memberi daun pacar 
yang telah digiling itu pada calon dara baro secara bergantian dan 
disempurnakan oleh ahlinya (ibu rias).

Upacara peusijuk biasanya dilaksanakan pagi hari, dengan harapan kehidupan 
terus menanjak dan murah rezeki. Upacara peusijuek dilaksanakan dengan 
harapan agar mempelai mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada saat itu biasanya diadakan malam kesenian untuk hiburan mereka yang sedang bekerja 
untuk persiapan pesta.
Koh Gigo
Pada masa lampau, seorang gadis yang telah dinikahkan, giginya harus dipotong dengan alat pengikir gigi. Gigi yang telah dipotong itu diberi obat penguat gigi 
(baja bruek). Pemotongan gigi ini sekurang-kurangnya dilaksankan 7 (tujuh) hari menjelang pesta wolinto. Bahan-bahan yang diperlukan untuk Koh Gigo ini adalah:
Ä  Pengikir Gigi
Ä  Pinang Tua yang sudah di kupas (Pineung ruek)
Ä  Baja Bruek (Abu sisa pembakaran Tempurung Kelapa)
Ä  Segelas air putih hangat-hangat kuku yang telah diberi sedikit garam 
      untuk ber kumur-kumur
Ä  Perca kain yang bersih (sapu tangan)
Ä  Air hangat atau panas
Ä  Tapeh (sabut kelapa yang telah dibersihkan)
Cara Pemotongan Gigi
Mempelai dalam posisi tidur diatas kasur sederhana (bebas). Pada bagian dada 
di tutup kain putih atau kain panjang, rambut dibiarkan terurai (tanpa sanggul). 
Agar mulut agak terbuka, antara gigi samping atas bawah disanggah oleh pineung 
ruek (pinang tua) yang telah dikupas dan dibersihkan. Pemotongan gigi mulai 
dilakukan dengan membaca basmalah dan dilakukan dengan mengikir gigi bagian
 sisi yang tidak diganjal. Setelah selesai bagian sisi satunya, diteruskan dengan
 bagian sisi yang lain, kemudian kumur-kumur dengan air hangat yang telah 
dicampur dengan garam. Ambil kain perca yang telah di rendam air panas dan peraslah perca itu. Sebelum mempelai mengatupkan gigi atas dan gigi bawah, 
letakkan perca  yang telas steril tersebut diantara gigi atas dan gigi bawah 
mempelai agar gigi kokoh dan kuat. Berikan baja Bruek ke setiap celah gigi 
hingga merata, biarkan beberapa saat, kemudian bersihkan dengan “tapeh/ 
sabuk kelapa” dan berkumur-kumur dengan air hangat dan bersih.
Menurut penilaian masyarakat pada zaman dahulu, pemotongan gigi, akan memberikan kesan lebih cantik dan sekaligus sebagai tanda bahwa wanita 
tersebut telah menikah (bersuami), Namun zaman sekarang hal ini sudah tidak
 lazim lagi dilakukan.

Koh Andam (Memotong rambut halus dibagian dahi).
Koh andam ini dilakukan pada calon mempelai wanita (dara baro) yang akan bersanding. Pada upacara koh andam, dicukur bulu-bulu halus yang terdapat 
pada bagian wajah dan kuduk dan digunting ujung rambutnya agar kelihatan 
lebih bersih. Semua ini melambangkan, agar hal-hal yang kurang baik pada 
zaman dahulu harus dihilangkan dan memulai dengan yang baru. Zaman 
sekarang hal itu sudah kurang dilakukan.
Pelaksanaan upacara Koh Andam dilakukan saat dara baro dalam keadaan suci badan/ bebas haid atau hadas. Bulu-bulu yang telah dicukur dan rambut yang
 telah digunting ditempatkan didalam kelapa gading ataupun kelapa hijau yang
 masih ada airnya dan telah diukir sedemikian rupa.
Kelapa ukiran yang berisi ujung rambut dan bulu-bulu roma calon mempelai 
wanita tersebut ditanam tepat dibawah cucuran air dari atap rumah atau di
bawah pohon yang rindang dan berhawa sejuk. Hal ini dilakukan dengan harapan 
agar mempelai wanita selalu berkepala dingin (berfikiran tenang) dalam 
menghadapi segala kemelut rumah tangga yang akan dijalaninya nanti sehingga 
dapat hidup dengan rukun da damai.
Peumano Dara Baro
Sebelum memasuki upacara peumano juga dilakukan peusijuek (tepung tawar)
 terlebih dahulu dan beberapa hari sebelumnya dara baro (mempelai wanita) 
sudah dirawat agar badannya bersih dan kulitnya halus.
Upacara Peumano (memandikan), baik calon mempelai wanita maupun mempelai 
pria dimandikan oleh orang tua adat yang taat, orang tua mempelai dan sanak keluarga terdekat dari kedua orang tuanya dalam jumlah yang ganjil. Dalam 
upacara mandi dibacakan doa-doa bersuci, agar calon mempelai bersih lahir 
dan batin dalam memasuki jenjang perkawainan.
Mempelai dipayungi, diantara orang tuanya dan sanak saudara terdekat yang dipimpin oleh orang tua adat sampai ke tempat pemandian sambil membaca 
salawat nabi Muhammad SAW. Karena diantara pengiring tersebut ada yang 
pandai berpantun, maka ada acara bersyair. Acara itu merupakan acara 
spontanitas yang dapat menambah khitmatnya suasana pemandian. Syairnya 
berisi puji-pujian pada keluarga dan nasehat untuk mempelai sesuai dengan 
kondisi saat itu.
Contoh Syair yang biasa di lantunkan SBB:
Treun tajak manoe
 Dara Baro Treun Tajak Manoe

Oh Lheuh manoe Lake Seunaleun
Ija nyang laen Seunalen Manoe

Wahe putroe aneuk meutuah
Gata lon seurah Ta tinggai poma

Meunyo tajak Bek tuwo kamo
Bek trep-trep beutawo tajingeuk poma

Adapun arti harfiahnya Sbb:

Turun kita menuju mandi
Mempelai putri turunlah kita pergi mandi

Selesai mandi pintalah kain penyeka
Kain yang lain penyeka badan seusai mandi
Wahai putrid ananda yang bertuah, kami pasrahkan engkau
Meninggalkan ibunda, Jikalau engkau pergi jangan lupakan kami
Jangan lama-lama sekali engkau pulang, pulanglah kunjungi ibunda.

Upacara peumano dara baro, dimasa lampau dilaksankan penuh khidmat 
dan mempunyai makna sangat sakral. Dahulu pelaksanaan upacara ini 
hanya untuk kalangan keluarga terdekat saja dan hanya dilakukan 
oleh kaumbangsawan. Tetapi sekarang dapat dilakukan oleh semua orang 
tanpa terkecuali.
Pada saat upacara pemano dara baro, di sertai dengan tari pho (asal Aceh Barat). Adapun perlengkapan yang diperlukan:
Ä  Sebuah guci yang berisi air
Ä  Jeruk purut yang sudah diracik
Ä  Bunga rampai (bunga setaman)
Ä  Sebotol minyak wangi
Ä  Gayung mandi (Batee ie)
Ä  Handuk (Seunalen)
Ä  Ija Seunalen (kain untuk bersalin/basahan)
Guci yang telah berisi air dimasukkan jeruk purut, bunga rampai dan minyak 
wangi.Upacara ini dipimpin oleh sesepuh adat, dimulai dengan orang tua 
mempelai dan diikuti oleh keluarga terdekat. Caranya adalah dengan menyi
ramkan segayung  air ramuan tersebut mulai dari atas kepala, ke bahu (pundak) sebelah kanan dan kiri hingga rata keseluruh badan  dan kaki yang dilakukan 
secra bergantian oleh ibu-ibu saja. Boleh diikut sertakan ayah kandungnya.
Peukayan Mano (Busana Mandi)
Pada masa lampau, peukayan manoe, meugeutang ngon ija krong sutra (kemben sarung sutra). Ija SAwak meutop baho meu junte u baroh (selendang menutup 
bahu berjuntai ke bawah). Dada mempelai putri yang terbuka di tutup dengan perhiasan (kalung besar) sesuai dengan kemampuan, biasanya memakai kalung berangkai (eunteuk) atau kalung lainya yang terbuat dari emas.
Rambut dapat di lepas atau disanggul sederhana, agar gampang dilepas ketika 
akan mandi. Rambut dihiasi bunga dengan satu macam bunga tau bermacam-
macam bunga untuk keindahan. Hiasan rambut hanya berupa bunga-bungaan 
saja, tanpa ornament, tidak terikat peraturan yang kaku, asalkan tidak 
menyimpang dari adat dan melanggar agama.

Khatam Qur’an
Perlengkapannya sbb:
Ä  Beureuteh (Bereteh)
Ä  Pisang Buie
Ä  Buluekat (Nasi Ketan)
Ä  Tumpo
Ä  Breuh Mangkong (Beras didalam mangkong)
Ä  Pade Mangkong (Padi didalam Mangkong)
Ä  Boh Manok Gampong (Telur Ayam Kampung)
Upacara Khatam Qur’an ini dipimpin oleh Guru Ngaji dan dimulai dengan 
membaca do’a memohon kepada Allah YME agar bahagia dunia dan akhirat.
 Kemudian calon mempelai diusapi ketan dan tumpo yang telah tersedia, baru membaca ayat terakhir Al-Qur’an. Setelah selesai calon dara baro menyalami 
dan mengucapkan terima kasih serta mohon maaf atas segala kesalahan dan 
juga mohon do’a restu kepada nguru ngaji sebagai tanda terimakasih dan pengambilan tarikat ilmu.

0 comments: